4 October 2013

HIJRAH

Hijrah yang berarti perpindahan dianggap sebagai salah satu ibadah dengan nilai pahala yang tinggi. Dalam banyak ayat al-Quran Allah Swt menjelaskan kemuliaan ibadah ini dan menjanjikan ganjaran yang berlipat ganda kepada mereka yang berhijrah. Sebab, selain kesulitan yang dihadapi seorang muhajir baik kesulitan karena meninggalkan negeri asal, kesulitan di negara baru dan banyak hal lain, hijrah juga dimaksudkan untuk menjaga dan memelihara agama dan risalah ilahi yang terakhir ini.

Hijrah Nabi ke Madinah

ALI MENGGANTIKAN TIDUR RASULULLAH SAW

Quraisy berencana membunuh Muhammad, karena dikuatirkan ia akan hijrah ke Madinah. Ketika itu kaum Muslimin sudah tak ada lagi yang tinggal kecuali sebagian kecil. Ketika perintah dari Alloh SWT datang supaya beliau hijrah, beliau meminta Abu Bakar supaya menemaninya dalam hijrahnya itu. Sebelum itu Abu Bakar memang sudah menyiapkan dua ekor untanya yang diserahkan pemeliharaannya kepada Abdullah bin Uraiqiz sampai nanti tiba waktunya diperlukan.

Pada malam akan hijrah itu pula Muhammad membisikkan kepada Ali bin Abi Talib supaya memakai mantelnya yang hijau dari Hadzramaut dan supaya berbaring di tempat tidurnya. Dimintanya supaya sepeninggalnya nanti ia tinggal dulu di Mekah menyelesaikan barang-barang amanat orang yang dititipkan kepadanya. Demikianlah, ketika pemuda-pemuda Quraisy mengintip ke tempat tidur Nabi Muhammad Saw, mereka melihat sesosok tubuh di tempat tidur itu dan mengira bahwa Nabi Saw masih tidur.

DI DALAM GUA TSUR

Rasullah (SAW) dan Abu Bakar (RA) tinggal di dalam goa Tsur pada hari Jum’at, Sabtu, dan Ahad. Selama itu, berlangsung pertolongan bagi mereka berdua.

1. Abdullah bin Abu Bakar (RA) mendatangi goa pada malam hari dan menyampaikan berita perihal berbagai rencana dan kegiatan orang-orang kafir kepada mereka berdua. Sebelum fajar ia sudah kembali ke Makkah sehingga seolah-olah ia selalu berada di Makkah.

2. Amar bin Fuhairah menggiring domba-domba gembalaannya ke dalam goa pada malam hari sehingga Rasulullah (SAW) dan Abu Bakar (RA) bisa minum susu domba hingga cukup kenyang. Amar menggiring kembali domba-dombanya ke Makkah sebelum fajar selang beberapa waktu setelah Abdullah bin Abu Bakar kembali ke Makkah, dengan demikian jejak kaki Abdullah terhapus oleh jejak domba-domba itu.

3. Abdullah bin Ariqat Laitsi, seorang kafir yang dapat dipercaya dan bekerja sebagai pemandu yang diupah oleh Abu Bakar (RA) datang ke goa ini, setelah hari ke-tiga, membawa dua ekor onta.

4. Pada waktu itu Abu Bakar (RA) menawarkan satu dari onta itu kepada Nabi (SAW) sebagai hadiah. Namun beliau (SAW) memaksa membeli onta itu. Abu Bakar (RA) pun akhirnya bersedia menerima pembayaran sebesar empat ratus dirham untuk onta itu. Onta inilah yang kemudian dikenal sebagai onta Rasulullah (SAW) yang dinamai Quswa.

5. Dengan dipandu oleh Abdullah bin Ariqat, mereka berdua memulai perjalanan menuju Madinah. Amar juga menyertai perjalanan mereka.

SURAQA

Ketika itu Quraisy mengadakan sayembara, barangsiapa bisa menyerahkan Muhammad akan diberi hadiah seratus ekor unta. Mereka sangat giat mencari Rasululloh Saw. Ketika terdengar kabar bahwa ada rombongan tiga orang sedang dalam perjalanan, mereka yakin itu adalah Muhammad dan beberapa orang sahabatnya. Suraqa b. Malik b. Ju’syum, salah seorang dari Quraisy, juga ingin memperoleh hadiah seratus ekor unta. Tetapi ia ingin memperoleh hadiah seorang diri saja. Ia mengelabui orang-orang dengan mengatakan bahwa itu bukan Muhammad. Tetapi setelah itu ia segera pulang ke rumahnya. Dipacunya kudanya ke arah yang disebutkan tadi seorang diri.

Demikian bersemangatnya Suraqa mengejar Nabi Muhammad Saw hingga kudanya dua kali tersungkur ketika hendak mencapai Nabi. Tetapi melihat bahwa ia sudah hampir kedua orang itu, ia tetap memacu kudanya karena rasanya Muhammad sudah di tangan. Akan tetapi kuda itu tersungkur sekali lagi dengan keras sekali, sehingga penunggangnya terpelanting dari punggung binatang itu dan jatuh terhuyung-huyung dengan senjatanya. Suraqa merasa itu suatu alamat buruk jika ia bersikeras mengejar sasarannya itu. Sampai di situ ia berhenti dan hanya memanggil-manggil:

“Saya Suraqa bin Ju’syum! Tunggulah, saya mau bicara. Saya tidak akan melakukan sesuatu yang akan merugikan tuan-tuan.” Setelah kedua orang itu berhenti melihat kepadanya, dimintanya kepada Muhammad supaya menulis sepucuk surat kepadanya sebagai bukti bagi kedua belah pihak. Dengan permintaan Nabi, Abu Bakr lalu menulis surat itu di atas tulang atau tembikar yang lalu dilemparkannya kepada Suraqa. Setelah diambilnya oleh Suraqa surat itu ia kembali pulang. Sekarang bila ada orang mau mengejar Nabi Saw, maka dikaburkan olehnya, sesudah tadinya ia sendiri yang mengejarnya.

SEJARAH KISAH HIJRAH NABI MUHAMMAD SAW KE MADINAH


Selama tujuh hari terus-menerus rombongan Rasululloh Saw berjalan, mengaso di bawah panas membara musim kemarau dan berjalan lagi sepanjang malam mengarungi lautan padang pasir dengan perasaan kuatir. Hanya karena adanya iman kepada Alloh Swt membuat hati dan perasaan mereka terasa lebih aman. Ketika sudah memasuki daerah kabilah Banu Sahm dan datang pula Buraida kepala kabilah itu menyambut mereka, barulah perasaan kuatir dalam hatinya mulai hilang. Jarak mereka dengan Madinah kini sudah dekati.

Selama mereka dalam perjalanan yang sungguh meletihkan itu, berita-berita tentang Hijrah Nabi Muhammad SAW dan sahabatnya yang akan menyusul kawan-kawan yang lain, sudah tersiar di Madinah. Penduduk kota ini sudah mengetahui, betapa kedua orang ini mengalami kekerasan dari Quraisy yang terus-menerus membuntuti. Oleh karena itu semua kaum Muslimin tetap tinggal di tempat itu menantikan kedatangan Rasululloh dengan hati penuh rindu ingin melihatnya, ingin mendengarkan tutur katanya. Banyak di antara mereka itu yang belum pernah melihatnya, meskipun sudah mendengar tentang keadaannya dan mengetahui pesona bahasanya serta keteguhan pendiriannya. Semua itu membuat mereka rindu sekali ingin bertemu, ingin melihatnya.

MASYARAKAT MADINAH


Tersebarnya Islam di Madinah dan keberanian kaum Muslimin di kota itu sebelumhijrah Nabi ke tempat tersebut sama sekali di luar dugaan kaum Muslimin Mekah. Beberapa pemuda Muslimin bahkan berani mempermainkan berhala-berhala kaum musyrik di sana. Seseorang yang bernama ‘Amr bin’l-Jamuh mempunyai sebuah patung berhala terbuat daripada kayu yang dinamainya Manat, diletakkan di daerah lingkungannya seperti biasa dilakukan oleh kaum bangsawan. ‘Amr ini adalah seorang pemimpin Banu Salima dan dari kalangan bangsawan mereka pula. Sesudah pemuda-pemuda golongannya itu masuk Islam malam-malam mereka mendatangi berhala itu lalu di bawanya dan ditangkupkan kepalanya ke dalam sebuah lubang yang oleh penduduk Madinah biasa dipakai tempat buang air.

Bila pagi-pagi berhala itu tidak ada ‘Amr mencarinya sampai diketemukan lagi, kemudian dicucinya dan dibersihkan lalu diletakkannya kembali di tempat semula, sambil ia menuduh-nuduh dan mengancam. Tetapi pemuda-pemuda itu mengulangi lagi perbuatannya mempermainkan Manat ‘Amr itu, dan diapun setiap hari mencuci dan membersihkannya. Setelah ia merasa kesal karenanya, diambilnya pedangnya dan digantungkannya pada berhala itu seraya ia berkata: “Kalau kau memang berguna, bertahanlah, dan ini pedang bersama kau.” Tetapi keesokan harinya ia sudah kehilangan lagi, dan baru diketemukannya kembali dalam sebuah sumur tercampur dengan bangkai anjing. Pedangnya sudah tak ada lagi.

Sesudah kemudian ia diajak bicara oleh beberapa orang pemuka-pemuka masyarakatnya dan sesudah melihat dengan mata kepala sendiri betapa sesatnya hidup dalam syirik dan paganisma itu, yang hakekatnya akan mencampakkan jiwa manusia ke dalam jurang yang tak patut lagi bagi seorang manusia, ia pun masuk Islam.

MESJID QUBA'

Ketika rombongan Rasululloh Saw sampai di Quba’, mereka tinggal empat hari ia di sana dan membangun mesjid Quba’. Di tempat ini Ali b. Abi-Talib ra menyusul, setelah mengembalikan barang-barang amanat – yang dititipkan oleh rasululloh Saw – kepada pemilik-pemiliknya di Mekah. Ali ra menempuh perjalanannya ke Madinah dengan berjalan kaki. Malam hari ia berjalan, siangnya bersembunyi. Perjuangan yang sangat meletihkan itu ditanggungnya selama dua minggu penuh, yaitu untuk menyusul saudara-saudaranya seagama.

SAMPAI DI MADINAH

Demikanlah akhirnya rombongan Rosululloh selamat sampai Madinah. Hari itu adalah hari Jum’at dan Muhammad berjum’at di Madinah. Di tempat itulah, ke dalam mesjid yang terletak di perut Wadi Ranuna itulah kaum Muslimin datang, masing-masing berusaha ingin melihat serta mendekatinya. Mereka ingin memuaskan hati terhadap orang yang selama ini belum pernah mereka lihat, hati yang sudah penuh cinta dan rangkuman iman akan risalahnya, dan yang selalu namanya disebut pada setiap kali sembahyang. Orang-orang terkemuka di Medinah menawarkan diri supaya ia tinggal pada mereka.

Setiba Rasulullah (SAW) di Madinah, onta beliau (Quswa) duduk di lahan terbuka di dekat rumah Abu Ayyub Ansari (RA). Maka beliau (SAW) pun menetap di tempat itu sampai terselesaikannya pendirian Masjid Nabawi dan sebuah tempat berteduh untuk beliau. Seluruh sahabat bersama-sama Nabi (SAW) juga secara langsung turun tangan dalam pembangunan Masjid Nabawi, sebagaimana juga mereka melakukan bersama-sama dalam pembangunan Masjid Quba’.

Beberapa hari kemudian, istri Nabi (SAW); Saudah (RA); dua putri beliau Fatimah (RA) and Ummu Kulsum (RA), Usamah bin Zaid (RA), ‘Aisyah (RA) dan Ummu Aiman (RA) juga menyusul hijrah ke Madinah dibawah kawalan Abdullah bin Abu Bakar (RA). Adapun putri beliau seorang lagi, Zainab (RA), baru diijinkan hijrah ke Madinah setelah terjadi peperangan Badar.

Di Madinah, Rasulullah (SAW) memanjatkan doa (yang artinya) sebagai berikut, “Wahai Allah, jadikanlah kami mencintai Madinah sebagaimana kami mencintai Makkah, atau bahkan lebih dari itu. Kami mohon, jadikanlah iklimnya menyehatkan bagi kami. Tambahkanlah keberkahan didalam takaran (shaq dan mud) kami, dan pindahkanlah panasnya Madinah hingga ke Juhfah.” Allah (SWT) mengabulkan doa beliau dan beliaupun menetap di Madinah karena begitu cintanya beliau terhadap kota ini. (Bukhari).

ARTI PENTING HIJRAH

Hijrah telah membawa akibat-akibat yang lebih jauh:

1. Dari peristiwa ini, terjadi perubahan sosial. Islam sebagai sebuah kelompok/golongan didalam masyarakat telah berkembang menjadi sebuah kesatuan Ummat Islam. Maka sirnalah diskriminasi atas dasar warna kulit, kredo, ataupun kekayaan. Semua Muslim setara/egaliter.

2. Menurut para ahli sejarah Muslim, Rasulullah (SAW) tiba di Quba‘ pada tanggal 16 Juli 632 M. yang mana berada dalam bulan Muharram, dari sinilah dimulainya perhitungan kalender Hijriyah.

3. Adalah di Madinah, diletakkan dasar-dasar khilafah (pemerintahan) Islam. Peristiwa bersejarah berupa perjanjian-perjanjian yang dibuat bersama dengan kelompok Yahudi dan beberapa suku yang lain menjadi panduan bagi generasi-generasi yang kemudian.

4. Diantara sekian banyak sahabat Nabi (SAW), beliau memilih Abu Bakar (RA) sebagai teman dalam perjalanan hijrah. Hal ini di abadikan didalam Al-Quran, Surah At-Taubah. Ini merupakan penghargaan paling utama bagi Abu Bakar (RA).

5. Setiap orang yang berpola-pikir adil dan terbuka, dari tulisan ini dapat mengambil kesimpulan bahwa Abu Bakar (RA) telah memiliki peranan yang amat penting dalam peristiwa Hijrah. Maka sungguh amat menyedihkan bahwasanya sebagian orang masih menilai secara tidak adil terhadap diri sahabat yang demikian dihormati ini.

RUJUKAN

http://www.kumpulansejarah.com/2013/01/sejarah-kisah-hijrah-nabi-muhammad-saw.html



Tuesday, 26 June 2012

KISAH PERJALANAN HIJRAH RASULULLAH


     Ketika Islam diterima dengan baik oleh masyarakat Madinah, Rasulullah kemudian mengizinkan umat Islam yang ada di Makkah untuk berhijrah. Para sahabat pun segera mempersiapkan diri. Orang pertama yang dicadangkan berangkat adalah Abu Salamah bin Abdul Saat dan isterinya Hindun binti Abi Umayyah (Ummu Salamah). Namun takdir Allah menentukan lain, Ummu Salamah bertahan di Makkah. Namun akhirnya dia keluar satu tahun kemudian bersama puteranya Salamah diiringi Utsman bin Abi Thalhah yang ketika itu belum masuk Islam.

     Sedikit demi sedikit, kaum Muslimin meninggalkan Makkah hingga tidak ada yang tinggal di Bandar itu kecuali beberapa orang termasuk Rasulullah, Abu Bakar, dan Ali bin Abi Talib Dan keduanya menunggu perintah Rasulullah yang juga sedang menunggu perintah Allah bila masa yang sesuai keluar meninggalkan Makkah.

     Pihak Musyrikin yang mengetahui para sahabat Rasulullah telah pergi membawa harta, anak, dan isteri mereka ke negeri Aus dan Khazraj (Madinah), meyakini bahawa negeri tersebut akan membela dan melindungi Rasulullah. Oleh itu mereka khuatir, jika Rasulullah kemudiannya menyusul, nescaya umat Islam akan mempunyai kekuatan. Maka sebelum hal itu terjadi, mereka bersepakat untuk membunuh Rasulullah.

     Suatu siang, datanglah Rasulullah ke rumah Abu Bakar dan “Keluarkanlah siapa pun yang ada di rumahmu.” Kata Abu Bakar, ‘Mereka adalah keluargamu juga, wahai Rasulullah.” Rasulullah berkata, “Allah telah mengizinkan saya keluar.”

     Abu Bakar berkata, “Saya yang akan menyertaimu, wahai Rasulullah?” Kata Rasulullah, “Ya.” Kemudian Abu Bakar mengatakan, “Ambillah salah satu kenderaanku ini, demi bapak dan ibuku tebusanmu.“

     Rasulullah berkata, “Dengan harga.” Aisyah menceritakan, “Kemudian kami mempersiapkan segala sesuatu untuk bekal pemergian Rasulullah dan Abu Bakar. Asma binti Abi Bakar memotong kain pinggangnya menjadi dua bahagian, satu untuk mengikat pinggang dan yang lain untuk membawa bekal tersebut. Dan sejak itu dia dikenali Dzatu Nithaqain (Perempuan yang Memiliki Dua Ikat Pinggang).

     Ibnul Qayyim mengisahkan (Zadul Ma’ad 3/54), Al-Hakim (dalam Al-Mustadrak) dari Umar, menceritakan bahawa Rasulullah dan Abu Bakar berangkat menuju gua Tsur. Dalam perjalanan itu, kadang-kadang Abu Bakar berjalan di depan, kadang di belakang Rasulullah. Melihat hal ini, Rasulullah bertanya, dan Abu Bakar menjawab, “Wahai Rasulullah, kalau saya teringat pengintai dari depan, saya sengaja berjalan di depan, kalau saya ingat kepada para pengejar, maka saya berjalan di belakang.”

     Kata Rasulullah, “Apakah kau ingin jika terjadi sesuatu, engkau yang mengalaminya, bukan aku?” Kata Abu Bakar, “Ya.” Demikianlah, keduanya sampai dan bersembunyi di dalam gua. Sementara orang-orang kafir Quraisy yang kehilangan jejak, menyebarkan para pencari jejak hingga ke mulut gua. Ketika itu Abu Bakar berkata sebagaimana disebutkan dalam hadis Anas bin Malik, “Wahai Rasulullah, seandainya salah seorang dari mereka melihat ke bawah, nescaya mereka melihat kita.”

     Rasulullah r bersabda, “ Bagaimana menurutmu dengan (keadaan) dua orang di mana Allah adalah yang ketiganya. Janganlah bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita,” (Sahih, Riwayat Al-Bukhari dan Muslim).

     Didalam Sahih Al-Bukhari disebutkan bahawa Abdullah bin Abi Bakar selalu bermalam di gua bersama Rasulullah dan Abu Bakar. Dia seorang pemuda yang cerdik. Sebelum fajar dia sudah berkumpul kembali di tengah orang-orang kafir Quraisy untuk mendengar berita daripada mereka dan menyampaikannya kepada Rasulullah dan Abu Bakar. Sementara salah seorang bekas budak yang dimerdekakan Abu Bakar, Amir bin Fuhairah senantiasa menggembala kambingnya di sekitar gua dan memerahkan susu untuk Rasulullah dan Abu Bakar. Demikianlah hal ini berjalan selama tiga malam.

Kisah Suraqah bin Malik

      Setelah berusaha mencari ke seluruh pelosok Makkah, kaum Quraisy tidak juga menemukan Rasulullah dan Abu Bakar. Akhirnya, mereka membuat peraduan, barang siapa yang Berjaya membawa Rasulullah dan Abu Bakar hidup atau mati, akan diberi hadiah. Manakala Rasulullah dan Abu Bakar mulai meningglkan Makkah menyusuri tepi pantai menuju Madinah.

     Sesampai di daerah Bani Mudlij, seseorang melihat mereka dan melaporkan kepada Suraqah bin Malik bin Ju’syum. Berita ini ditolak oleh Suraqah, Namun secara senyap-senyap dia memerintahkan budaknya membawa kuda dan tombak keluar dari belakang rumah (dan disuruh) menunggu di balik gunung.

     Setelah itu, dia memacu kudanya mengejar Rasulullah dan Abu Bakar. Abu Bakar yang mengetahuinya berkata, Ya Rasulullah, lihat Suraqah bin Malik mengikuti kita.” Rasulullah pun berdoa. Akhirnya kuda Suraqah beberapa kali tersungkur. Kemudian dia berputus asa, lalu meminta Rasulullah dan Abu Bakar berhenti. Setelah bercakap dengan Rasulullah, Suraqah meminta dituliskan perjanjian persefahaman. Persefahaman itu dipegangnya hingga peristiwa Fathuh Makkah.

     Suraqah kemudian menyerahkan tambahan bekalan makanan kepada Rasulullah, namun Rasulullah menolak secara halus sambil mengatakan, “Tidak. Tapi alihkan perhatian para pengejar dari kami.” Maka setelah itu setiap kali bertemu dengan para pencari jejakrombongan Rasulullah, Suraqah selalu mengatakan: “Saya sudah mencari maklumat dan tidak terlihat yang kalian cari.’

     Demikianlah, awalnya dia berusaha menangkap Rasulullah dan Abu Bakar, namun akhirnya dia menjadi pelindung.

Kisah Ummu Ma’bad

      Ibnul Qayyim menceritakan; “Rombongan Rasulullah meneruskan perjalanan dan singgah di kemah Ummu Ma’bad, yang tinggal di padang pasir (dan suka) memberi makan dan minum para musafir yang singgah di tempatnya.” Rombongan singgah di sana dan menanyakan apa gerangan yang dimilikinya. Ummu Ma’bad mengatakan tidak ada kecuali kambing yang jauh dari tempat gembala. Seterusnya Rasulullah minta izin untuk memerah susunya. Ummu Ma’bad pun mengizinkan.

     Rasulullah dengan menyebut nama Allah, mengusap susu kambing tersebut lalu berdoa. Memancarlah susu kambing itu yang kemudian ditampung dalam sebuah bejana. Baginda menyuruh Ummu Ma’bad minum, setelah itu para sahabatnya, baru kemudian baginda sendiri. Setelah semua puas, baginda memenuhi bejana itu kembali dan meninggalkannya di sana, kemudian meneruskan perjalanan. Tidak lama kemudian, Abu Ma’bad suami Ummu Ma’bad pulang dan terhairan-hairan melihat bejana yang penuh dengan air susu. Dia bertanya dari mana ini susu itu datangnya? Ummu Ma’bad mengatakan bahawa baru saja singgah seorang lelaki penuh berkat dengan sifat demikian dan demikian. Mendengar keterangan isterinya, Abu Ma’bad segera meyakini bahawa orang itulah yang dicari-cari kaum Quraisy. Dan dia bertekad seandainya mempunyai peluang akan menemui lelaki itu.

Tiba di Madinah

      Orang-orang Ansar yang mendengar berita keluarnya Rasulullah dari bandar Dan Makkah berusaha untuk menanti. Setiap hari dari pagi hingga matahari meninggi, mereka menunggu kedatangan rombongan Rasulullah di pinggiran bandar. Namun setelah beberapa hari, yang ditunggu belum juga tampak.

     Pada hari ke-12 bulan Rabi’ul Awwal, mereka menunggu seperti biasa. Ketika matahari mula terik, mereka pun bersiap untuk kembali ke rumah masing-masing. Seorang Yahudi yang ketika memanjat rumahnya untuk suatu keperluan, melihat bayangan dari jauh dan tidak dapat menahan dirinya. Dengan lantang dia berteriak bahawa yang ditunggu-tunggu telah datang.

     Mendengar hal itu, orang-orang Ansar bergegas menyandang senjata dan menuju ke pinggiran bandar menyambut rombongan Rasulullah. Kaum muslimin bertakbir gembira dengan kedatangan rombongan Rasulullah ini. Mereka menyambut dengan penuh kehormatan menurut syariat Islam. Setelah melalui pelbagai rintangan, Rasulullah bersama rombongan akhirnya berjaya memasuki bandar Madinah.

Masjid Pertama

Ketika Rasulullah sampai di Madinah, sebenarnya kaum muslimin di Madinah masih ramai yang belum mengenali Rasulullah dan Abu Bakar Ash-Shiddiq. Selepas melihat seseorang melindung seorang yang lain daripada terik matahari, mereka mengenai yang dilindungi itu adalah Rasulullah.

     Rasulullah singgah di Quba, tempat Kultsum bin Al-Hidmi di perkampungan Bani ‘Amr bin ‘Auf selama beberapa hari dan mulai membangun Masjid Quba. Inilah masjid pertama yang dibangunkan sejak baginda tiba di Madinah.

     Terjadi perbezaan pendapat di kalangan para ulama, masjid apa yang pertama dibangun di atas dasar ketakwaan, Ada yang mengatakan bahawa yang dimaksudkan adalah Masjid Quba, dan ini diriwayatkan dari Ibnu Abbas, Adh-Dhahhak, dan Al-Hasan. Mereka berpegang kepada kalimat : 9sejak hari pertama) ; Masjid Quba adalah yang pertama kali dibangunkan di Madinah sebelum Masjid Rasulullah (Masjid Nabawi).

     Demikian juga pendapat Ibnu ‘Umar, Sai’d bin Musayyab, dan Al-Imam Malik menurut riwayat Ibnu Wahb, Asyhab, dan Ibnul Qasim. Setelah menukilkan beberapa hadis, Al-Imam Al-Qurthubi dalam Tafsir-nya mengatakan bahawa hadis ini menunjukkan bahawa masjid yang dimaksud adalah Masjid Quba. Dan ini pula pendapat Asy-Syaikh Abdurrahman As Sa’di dalam At-Taisir.

     Namun ada pula yang mengatakan, masjid itu adalah Masjid Nabawi. Al-Imam At-Tirmidzi meriwayatkan dari Abu Sa’id Al-Khudri tentang dua orang sahabat yang berdebat tentang masjid yang dimaksudkan dalam ayat ini, kemudian disampaikan kepada Rasulullah, dan kata baginda : “ Itu adalah Masjidku.” Al-Imam At-Tirmidzi berkata bahawa hadis ini sahih. Ibnu Katsir menerangkan bahawa susunan ayat ini menggambar Masjid Quba, kemudian beliau meneruskan, dengan menukilkan riwayat Al-Imam At-Tirmidzi dari hadis Abu Said Al-Khudri sebelumnya, dan berkata : Ini sahih, dan tidak ada pertentangan antara ayat dengan hadis tersebut. Kerana kalau Masjid Quba dianggap sebagai masjid pertama yang didirikan di atas dasar ketakwaan, maka Masjid Rasulullah tentunya lebih utama dan lebih layak.” (Lihat Tafsir Ibnu Katsir,2/474, dan Tafsir Al-Qurthubi).

     Semasa sampai di Madinah, beberapa orang sahabat cuba memegang tali unta baginda dan menuntunnya dengan niat mengajak baginda singgah di tempatnya. Tapi Rasulullah memerintahkan agar dibiarkan kerana untanya diperintah oleh Allah. Akhirnya, rombongan tiba di lokasi masjid yang sekarang ini.

     Ibnul Qayyim mengisahkan bahawa Al-Imam Az-Zuhri menceritakan, beberapa kali unta Rasulullah berputar dan akhirnya kembali di tempat dia menderum pertama kali. Rasulullah turun dan segera disambut oleh Abu Ayyub, yang masih mempunyai hubungan kekeluargaan dari Bani Najjar. Tanah lokasi masjid itu sebetulnya milik dua anak yatim Sahl dan Suhail yang diasuh As’ad bin Zuharah. Rasulullah membeli tanah itu dari keduanya untuk didirikan masjid di atasnya.

     Setelah membersihakn tanah itu dari kuburan orang Islamdan pohon-pohon gharqad, mulailah tanah itu diratakan. Beberapa batang kurma ditebang dan disusun di arah kiblat masjid. Ukuran panjangnya (dari kiblat sampai ke belakang) ketika itu sekitar 100 hasta (kira-kira 50 meter). Begitu pula kedua sisinya, hampir sama. Sedangkan tapak asasnya sekitar tiga hasta yang kemudian dibina dengan bata.
    
     Rasulullah tidak duduk diam semasa pembinaan masjid ini dilakukan. Baginda bahkan ikut mengangkat dan memindahkan tanah. Ketika itu, kiblat masih menghadap Baitul Maqdis (Masjidil Aqsha). Atap masjid dibina menggunakan pelepah-pelepah kurma. Setelah itu baru dibangunkan rumah untuk isteri-isteri baginda.

Mempersaudarakan Muhajirin dan Ansar

      Seterusnya Rasulullah mempersaudarakan antara Muhajirin dan Ansar di rumah Anas bin Malik. Ketika itu mereka berjumlah 90 orang. Mereka dipersaudarakan atas persamaan, saling mewarisi sampai terjadinya peristiwa Badar.

     Setelah Allah SWT menurunkan ayat : “ Dan orang-orang yang mempunyai hubungan darah satu sama lain lebih berhak (waris mewarisi) di dalam kitab Allah…” (Al-Anfal: 75)

     Maka pewarisan dikembalikan kepada hubungan darah dan tidak lagi berdasarkan ukhuwah diniyyah. Ibnu Katsir menerangkan dalam Tafsir-nya bahawa ayat ini menyatakan pewarisan diantara sesame kerabat lebih utama daripada saling mewarisi antara Muhajirin dan Ansar. Ayat ini menasikh (menghapus) hokum warisan sebelumnya yang berdasarkan hilf (perjanjian) persaudaraan yang terjadi diantara mereka.
    
     Kemudian Ibnu Katsir menukilkan riwayat dari Az-Zubair bin Al-‘Awwam yang dipersaudarakan dengan Kaab bin Malik, bahawa seandainya Kaab bin Malik meninggal dunia ketika itu, dialah yang akan mewarisinya. Lalu turunlah ayat dibawah. Begitu eratnya persaudaraan ini, Allah SWT menceritan tentang keadaan ini dalam firman-Nya.

     “Dan orang-orang yang telah menempati Bandar Madinah dan telah beriman (yakni kaum Ansar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam  hati mereka terhadap apa-apa yang diberiakn kepada mereka (orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara daripada kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung,” (Al-Hasyr: 9)

     Ibnu Katsir menerangkan dalam Tafsirnya : “Allah memuji orang-orang Ansar, menjelaskan betapa tinggi kedudukan, kemuliaan, kemurahan, tidak adanya kedengkian pada diri mereka, dan mereka mempunyai sikap suka mengutamakan serta mendahulukan kepentingan orang lain daripada diri mereka sendiri meskipun mereka sangat memerlukan.”

     Al-Imam Al-Bukhari meriwayatkan pula betapa mereka mencintai orang-orang Muhajirin yang dating ke tempat mereka, yang kesemuanya itu didorong oleh kemuliaan peribadi meeka. Mereka tidak mendapatkan dalam diri mereka kedengkian terhadap kedudukan dan kemuliaan orang-orang Muhajirin, meskipun mereka disebut oleh Allah pertama kali (dalam ayat tersebut). Al-Imam Al-Bukhari meriwayatkan dari Anas bin Malik : “Rasulullah mengundang orang-orang Ansar untuk dibagikan kepada mereka harta Bahrain, namun mereka berkata : “Tidak, kecuali kalau engkau bagikan pula seperti itu kepada saudara-saudara kami kaum Muhajirin. Atau tidak sama sekali .’ Rasulullah berkata: Kalau begitu bersabarlah, sampai kalian bertemu denganku. Kerana sesungguhnya kalian akan dapati adanya atsarah (sikap pemimpin yang mengutamakan diri sendiri) sepeninggalku.”

     Berkaitan dengan ayat tadi, disebutkan pula oleh Ibnu Katsir bagaimana para sahabat Ansar mendahulukan kepentingan orang lain daripada diri mereka sendiri. Al-Imam Al-Bukhari meriwayatkan : “Abu Hurairah menceritakan: “Ada seorang laki-laki dating menemui Rasulullah, kemudian baginda perintahkan supaya menemui isteri-isteri baginda. Namun kata mereka : ‘Kami tidak punya sesuatu kecuali air (minum).’ Kemudian Rasulullah berkata : ‘Siapa yang menjamu tamu ini?’ Tiba-tiba seorang sahabat Ansar berkata : ‘Saya, wahai Rasulullah.’ Maka berangkatlah dia membawanya ke rumah Sahabat Ansar ini berkata kepada isterinya : ‘Muliakan (jamulah) tamu Rasulullah ini.’

     Wanita itu berkata, ‘Kita tidak punya apa-apa kecuali makanan untuk anak-anak.’ Suaminya berkata, ‘Siapkan makananmu itu, perbaiki pelitamu dan tidurkan anak-anakmu. Kalau mereka minta makan, alihkan perhatian mereka.’

     Wanita itu melaksanakan perintah suaminya, dia mulai menidurkan anak-anak dan menyiapkan makanan dan berdiri seakan-akan mahu memperbaiki pelita lalu memadamkannya. Mereka pun berbuat seoalah-olahmemperlihatkan kepada tamunya itu bahawa mereka juga ikut makan bersamanya.

     Setelah itu meeka berdua tertidur menahan lapar. Keesokan harinya ketika laki-laki yang menyediakan jamuan itu menemui Rasulullah, baginda berkata : ‘Allah tertawa melihat perbuatan kalian terhadap tamu kalian tadi malam.’

     Maka Allah menurunkan firman-Nya: ‘…dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.’ Rasulullah telah mengingatkan pula sebagaimana dalam hadis Anas bin Malik yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim:
     “Tidak (sempurna) iman salah seorang dari kalian, sehingga dia mencintai untuk saudaranya apa-apa yang dicintainya untuk dirinya sendiri.”

     “Seorang mukmin dengan mukmin lainnya bagaikan bangunan yang kukuh, saling menguatkan satu sama lain. Pelbagai kisah tentang persaudaraan Muhajirin dan Ansar yang telah dicontohkan oleh generasi terbaik umat ini, dinukilkan dalam pelbagai kitab sejarah, tafsir dan lainnya. Namun sejauh mana kita berusaha menerapkannya dalam kehidupan kita di zaman di mana persaudaraan dan hubungan kasih saying diikat dan dinilai dengan material, harta benda dunia?

     Saban tahun kita didedahkan dengan peristiwa Hijrah Rasulullah yang penuh dengan kegigihan, kecekalan dan kesantunan. Semoga kisah ini menjadi bekalan kita untuk berhijrah menuju kehidupan yang berasaskan Iman, Islam dan Ihsan sebagai usaha mencontohi apa yang telah dicontohkan Rasulullah.

SUMBER : Majalah I, Disember 2011. Susunan : Ahmad Yani Abd Manaf, m/s 67 -70

0 Ulasan:

Post a Comment

 
Design by Free Wordpress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Templates